BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Suku bangsa
Banjar (bahasa Banjar: Urang
Banjar) atau Oloh Masih adalah suku bangsa atau
etnoreligius Muslim yang menempati
sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan
Selatan, dan sejak abad ke-17 mulai menempati sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Timur terutama kawasan dataran rendah
dan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut. Suku
Banjar terkadang juga disebut Melayu Banjar, tetapi penamaan tersebut jarang
digunakan.
Suku bangsa
Banjar berasal dari daerah
Banjar yang merupakan pembauran masyarakat DAS Bahau (koreksi:
DAS Bahan/DAS Negara), Das Barito, DAS Martapura dan DAS Tabanio. Sungai Barito
bagian hilir merupakan pusatnya suku Banjar. Kemunculan suku Banjar bukan hanya
sebagai konsep etnis tetapi juga konsep politis, sosiologis, dan agamis.
Sejak abad
ke-19, suku Banjar mulai bermigrasi ke banyak tempat di Kepulauan Melayu dan mendirikan
kantong-kantong pemukiman di sana.
Oleh karena itu, masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya
suku Banjar memiliki berbagai upacara adat yang masih Dalam siklus kehidupan
manusia, berbagai peristiwa yang menandai peralihan dari satu masa ke masa
dijalankan hingga saat ini. Keseluruhan upacara tersebut berisi doa dan
permohonan agar manusia selaku mendapat limpahan rahmat dan karunia Allah SWT
dam dijauhi dari berbagai bencana yang tidak diinginkan. Beberapa dari sejumlah
upacara tersebut adalah mandi tujuh bulan, ba’ayun mulud, dan perkawinan.
A. TUJUAN
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk :
1.
Memberikan
wawasan dan pemahaman tentang suku Banjar yang memiliki berbagai upacara adat
yang masih Dalam siklus kehidupan manusia, berbagai peristiwa yang menandai
peralihan dari satu masa ke masa dijalankan hingga saat ini.
2.
Membimbing
mahasiswa agar memiliki kemampuan untuk mendiskripsikan budaya adat Kalimantan
selatan khususnya dalam adat pernikahan Banjar.
B. MANFAAT
Penulisan
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1.
Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan
pembanding kelak jika akan melakukan suatu pekerjaan yang sama atau sejenis;
2.
Dapat membantu mahasiswa lainnya sebagai
referensi atau contoh apabila mengambil topik bahasan yang sama;
3.
Terutama bagi penulis sendiri sebagai
penambah ilmu pengetahuan dan pengalaman agar mampu melaksanakan kegiatan yang
sama pada saat bekerja atau terjun ke lapangan.
BAB
III
PEMBAHASAN
BUDAYA ADAT
PERNIKAHAN BANJAR
Satu lagi pesona anak
bangsa disajikan sebagai bentuk tata upacara nikah adat Banjar, tersaji agar
bermanfaat khususnya untuk putra-putri Pulau Borneo yang tinggal di luar pulau
dan umumnya masyarakat Indonesia. Dan semoga menjadikan khasanah Ilmu dasar
ntuk menjaga negeri.
Provinsi Kalimantan Selatan terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan. Secara
geografis keadaan alamnya terdiri dari dataran rendah, rawa-rawa, sungai-sungai
baik besar maupun kecil serta dataran tinggi dan pegunungan dengan lembah dan
ngarainya. Di bagian selatan dan timur dilingkungi oleh pantai dan laut.
Berdasarkan
tempat tinggal dan asal etnisnya, suku Banjar terbagi atas tiga kelompok, yaitu
:
- Banjar Kuala, di daerah Banjarmasin dan kabupaten Banjar. Mereka berasal dari etnik Ngaju.
- Banjar Batang Banyu, di aliran sungai Barito dan terus ke sungai Negara hingga ke sungai Tabalong di Kelua. Mereka berasal dari etnik Maanyan.
- Banjar Pahuluan, di sepanjang kaki Gunung Meratus dari Tanjung sampai ke Pelaihari. Mereka berasal dari etnik Dayak dan Bukit.
Suku
Banjar mengenal Daur Hidup dengan
upacara tradisional yang salah satunya adalah Upacara Perkawinan. Upacara ini
merupakan salah satu bagian dari Daur Hidup yang harus dilewati. Dahulu orang
Banjar umumnya tidak mengenal istilah “berpacaran” sebelum memasuki jenjang
perkawinan seperti yang kita ketahui sekarang. Namun, saat itu hanya dikenal
istilah “batunangan”. Yaitu, ikatan kesepakatan dari kedua orang tua
masing-masing untuk mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami isteri.
Proses “batunangan” ini dilakukan sejak masih kecil, namun umumnya dilakukan
setelah akil balig. Hal ini hanya diketahui oleh kedua orang tua atau kerabat
terdekat saja.
Pelaksanaan upacara perkawinan
memakan waktu dan proses yang lama. Hal ini dikarenakan harus melalui berbagai
prosesi, antara lain :
1. Basasuluh.
Seorang laki-laki yang akan dikawinkan biasanya tidak
langsung dikawinkan, tetapi dicarikan calon gadis yang sesuai dengan sang anak
maupun pihak keluarga. Hal ini dilakukan tentu sudah ada
pertimbangan-pertimbangan, atau yang sering dikatakan orang dinilai
“bibit-bebet-bobot”nya terlebih dahulu. Setelah ditemukan calon yang tepat
segera dicari tahu apakah gadis tersebut sudah ada yang menyunting atau belum.
Kegiatan ini dalam istilah bahasa Banjar disebut dengan BASASULUH.
2.
Batatakun atau Melamar.
Setelah diyakini bahwa tidak ada yang meminang gadis yang
telah dipilih maka dikirimlah utusan dari pihak lelaki untuk melamar, utusan
ini harus pandai bersilat lidah sehingga lamaran yang diajukan dapat diterima
oleh pihak si gadis. Jika lamaran tersebut diterima maka kedua pihak kemudian
berembuk tentang hari pertemuan selanjutnya yaitu Bapapayuan atau Bapatut
Jujuran.
3.
Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
Kegiatan selanjutnya setelah melamar adalah membicarakan
tentang masalah kawin. Pihak lelaki kembali mengirimkan utusan, tugas utusan
ini adalah berusaha agar masalah kawin yang diminta keluarga si gadis tidak
melebihi kesanggupan pihak lelaki. Untuk dapat menghadapi utusan dari pihak
keluarga lelaki, terutama dalam hal bersilat lidah, maka pihak keluarga sang
gadis itu pun meminta kepada keluarga atau tetangga dan kenalan lainnya, yang
juga memang ahli dalam bertutur kata dan bersilat lidah. Jika sudah tercapai
kesepakatan tentang masalah kawin tersebut. Maka kemudian ditentukan pula
pertemuan selanjutnya yaitu Maatar Jujuran atau Maatar Patalian.
4. Maatar Jujuran atau Maatar
Patalian.
Merupakan kegiatan mengantar masalah kawin kepada pihak si
gadis yang maksudnya sebagai tanda pengikat. Juga sebagai pertanda bahwa
perkawinan akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya
dilakukan oleh para ibu, baik dari keluarga maupun tetangga. Apabila acara
Maatar Jujuran ini telah selesai maka kemudian dibicarakan lagi tentang hari
pernikahan dan perkawinan.
5.
Bakakawinan atau Pelaksanaan
Upacara Perkawinan.
Sebelum hari pernikahan atau perkawinan, mempelai wanita
mengadakan persiapan, antara lain:
a. Batamat
Qur’an
Karena mayoritas suku Banjar
beragama Islam, maka ketaatan calon mempelai wanita dalam menjalankan ibadahnya
akan ‘diuji’ melalui prosesi Batamat Qur’an, yakni menamatkan pembacaan kitab
suci Al Qur’an disaksikan oleh guru mengaji dan kaum kerabat.
b. Bapingit dan Bakasai.
Bagi calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang
pernikahan dan perkawinan, dia tidak bisa lagi bebas seperti biasanya, hal ini
dimaksudkan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan (Bapingit).
Dalam keadaan Bapingit ini biasanya digunakan untuk merawat
diri yang disebut dengan Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan merawat
diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri waktu
disandingkan di pelaminan.
c. Batimung.
Hal yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan
adalah banyaknya keringat yang keluar. Hal ini tentunya sangat mengganggu
khususnya pengantin wanita, keringat akan merusak bedak dan dapat membasahi
pakaian pengantin. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang
disebut Batimung. Setelah Batimung badan calon pengantin menjadi harum karena
mendapat pengaruh dari uap jerangan Batimung tadi.
d.
Badudus
atau Bapapai.
Mandi Badudus atau bapapai adalah uapacara yang
dilaksanakan sebagai proses peralihan antar masa remaja dengan masa dewasa dan
juga merupakan sebagai penghalat atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat.
Upacara ini dilakukan pada waktu sore atau malam hari. Upacara ini dilaksanakan
tiga atau dua hari sebelum upacara perkawinan.
e.
Berpacar
atau bainai; merupakan kebiasaan menghias kuku dengan pacar atau inai, sejenis
tanaman hias berwarna merah atau merah muda.
f.
Perkawinan (Pelaksanaan Perkawinan)
Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin untuk
memasuki gerbang perkawinan. Pemilihan hari dan tanggal perkawinan disesuaikan
dengan bulan Arab atau bulan Hijriah yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara
perkawinan tidak melewati bulan purnama.
Kegiatan pada upacara perkawinan
ini antara lain:
1).
Badua Salamat Pengantin.
Hal
ini ditujukan untuk keselamatan pengantin dan seluruh keluarga yang
melaksanakan upacara perkawinan itu. Dalam hal ini pembacaan doa-doa dipimpin
oleh Penghulu atau Ulama terkemuka di kampung tersebut. Selesai prosesi
tersebut para undangan dipersilahkan menikmati hidangan yang telah disediakan.
Hal ini berlangsung hingga acara Maarak Pengantin.
2).
Bahias atau Merias Pengantin.
Sekitar
jam 10 pagi, tukang rias sudah datang ke rumah mempelai wanita untuk merias.
Kegiatan ini meliputi tata rias muka, rambut dan pakian, serta kelengkapan
lainnya seperti Palimbayan dan lainnya. Bagi pengantin pria, bahias ini
dilakukan setelah sholat Zuhur.
3).
Maarak Pengantin.
Apabila
pihak pengantin sudah siap berpakaian, maka segera dikirim utusan kepada pihak
pria bahwa mempelai wanita sudah menunggu kedatangan mempelai pria. Maka
kemudian diadakanlah upacara Maarak Pengantin. Pada waktu maarak pengantin
biasanya diiringi dengan kesenian Sinoman Hadrah atau Kuda Gepang. Pihak wanita
juga mengadakan hal yang sama untuk menyambut mempelai pria juga untuk
menghibur para undangan.
4).
Batatai atau Basanding.
Kedatangan
pengantin pria disambut dengan Salawat Nabi dan ketika Salawat itu
dikumandangkan pengantin wanita keluar dari dinding kurung untuk menyambut
pengantin pria. Di muka pintu, pengantin pria disambut oleh pengantin wanita,
untuk beberapa saat mereka bersanding di muka pintu, kemudian mereka di bawa ke
Balai Warti untuk bersanding secara resmi.
Apabila
telah cukup waktu bersanding, kedua mempelai diturunkan dari Balai Warti untuk
kemudian dinaikkan keusungan atau dinamakan Usung Jinggung, yang diiringi
kesenian Kuda Gepang. Setelah di Usung Jinggung kedua mempelai disandingkan di
petataian pengantin yang disebut Geta Kencana. Kemudian dilanjutkan dengan
sujud kepada orang tua pengantin wanita dan para hadirin serta memakan nasi
pendapatan (Badadapatan). Setelah itu kedua pengantin berganti pakaian untuk
istirahat.
Versi Banjar Kuala
Mempelai laki-laki memasuki rumah mempelai wanita dan
langsung menuju kamar mempelai wanita untuk menjemputnya dan kembali menuju
Balai Patataian yang biasanya terletak diruangan tengah untuk duduk
bersanding(batatai). Prosesi yang harus dilakukan :
a.
Bahurup Palimbaian : sewaktu masih dalam posisi berdiri kedua mempelai
bertukat bunga tangan. Maknanya :
kedua mempelai optimis terhadap hari-hari mendatang yang akan mereka jalani
dengan penuh keceriaan, bagai harumnya bunga tangan mereka.
b.
Bahurup Sasuap ; kedua mempelai duduk bersanding lalu saling menyuapkan
sekapur sirih (terdiri dari sirih, pinang, kapur, gambir). Maknanya : mereka sudah saling
membulatkan tekad untuk menempuh pahit, getir, manis dan perihnya kehidupan dan
mengatasinya dengan seia sekata.
c.
Bakakumur
; setelah mengunyah sekapur sirih, kedua mempelai berkumur dengan air
putih, lalu air bekas kumur dibuang ke dalam tempolong. Maknanya : segala hal yang kurang baik segera di buang, sehingga
dalam memasuki perkawinan kedua mempelai dalam kondisi bersih dan ikhlas.
d.
Batimbai Lakatan ; mempelai wanita melemparkan segenggan nasi ketan ke
pangkuan mempelai pria, lalu oleh mempelai pria dilemparkan kembali ke pangkuan
mempelai wanita. Maknanya : Agar
tali perkawinan yang mereka bina sedemikian erat, dapat memberikan keturunan
yang baik dan unggul. Sekanjutnya nasi ketan tadi dilemparkan ke hadirin untk
diperebutkan oleh para remaja putrid. Dipercaya remaja yang mendapatkan nasi
ketan tersebut akan cepat mendapat pasangan.
e.
Batapung atau batutungkal ; para tertua dari kedua keluarga
memberikan sentuhan dengan memercikan ramuan (air bunga, minyak likat baboreh
dan minyak wangi) pada ubun-ubun , bahu kiri dan kanan, dan pangkuan mempelai. Maknanya : agar perjalanan perkawinan
mempelai selalu mendapat dukungan , bimbingan dan berkah dari pihak keluarga
serta pinisepuh.
Versi
Banjar Pahuluan (1)
Mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita disambut dengan
Shalawat Nabi dan taburan beras kuning, mempelai wanita telah diambang pintu, kemudian
mereka bersama-sama dibawa untuk duduk bersanding di atas Geta Kencana, sejenis
tempat peraduan (tempat tidur). Prosesi selanjutnya hampir sama denga versi
Banjar Kuala.
Versi Banjar Pahuluan
(2)
Mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita disambut dengan
Shalawat Nabi dan taburan beras kuning. Di depan pintu telah menanti mempelai
wanita, dan kemudian kedua mempelai dibawa menuju Balai Laki dengan berjalan
kaki maupun dengan cara Usung Ginggong. Selama bersanding di Balai Laki, kedua
mempelai menyaksikan atraksi kesenian, dan harus menerima godaan atau olok-olok
dari undangan yang hadir dengan senyum. Setelah selesai pasangan dibawa kembali
ke rumah mempelai wanita diiringi tetabuhan kesenian tradisional.
5). Bajajagaan Pengantin
Pada
malam hari pertama sampai ketiga sejak hari perkawinan, biasanya diadakan acara
Bajajagaan atau menjagai pengantin, yang isinya dengan pertunjukan kesenian,
seperti Bahadrah atau Barudat (Rudat Hadrah), Bawayang Kulit (Wayang Kulit),
Bawayang Gong (Wayang Orang), Mamanda dan sebagainya.
6).
Sujud
Tiga
hari sesudah upacara perkawinan, kedua mempelai kemuadian di bawa ke rumah
orang tua pengantin pria untuk sujud kepada orang tua pengantin pria. Malam
harinya juga diadakan acara menjagai pengantin dengan maksud untuk menghibur
kedua mempelai yang sedang berkasih mesra itu.
Keesokan
harinya mereka dibawa lagi ke rumah mempelai wanita untuk selanjutnya tinggal
di tempat mempelai wanita bersama orang tua mempelai wanita untuk mengatur
kehidupan berumah tangga. Apabila telah mampu untuk mencari nafkah sendiri
barulah berpisah dalam artian berpisah dalam hal makan saja, namun tetap
tinggal bersama orang tua mempelai wanita.
Begitulah
proses upacara perkawinan yang dilakukan oleh suku Banjar pada masa lalu. Namun
pada era globalsasi saat ini tata cara perkawinan tersebut sudah banyak
ditinggalkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Banjar. Hal ini disebabkan
oleh perkembangan zaman, yang otomatis dianggap tidak sesuai lagi dengan
budaya-budaya leluhur seperti contohnya upacara perkawinan tersebut. Dan juga
dianggap terlalu bertele-tele. Hal ini tentu sangat menyedihkan bagi kita,
budaya leluhur yang diajarkan secara turun temurun malah dengan mudahnya kita
tinggalkan tanpa ada upaya untuk melestarikannya. Namun, masih ada juga daerah
yang tetap melaksanakan prosesi tersebut. Seperti di daerah Margasari Kab.
Tapin, di sana masih dilaksanakan prosesi tersebut, namun tidak semuanya
dilaksanakan. Maksudnya ada bagian tertentu yang tidak dilaksanakan lagi karena
dianggap sudah tidak sesuai.
Pada
masa sekarang dalam hal mencari calon isteri tidak lagi pengaruh orang tua
berperan penting, sekarang anak muda dalam hal mencari jodoh ditempuh dengan
cara pacaran seperti yang telah dikemukakan di bagian awal tadi. Di masyarakat
perkotaan sudah jarang yang memakai tata cara perkawinan seperti ini, namun
tentu ada saja orang yang tetap melaksanakannya. Untuk itu peran pemerintah dan
masyarakat sangat diharapkan untuk melestarikan kebudayaan yang kita miliki
ini. Negara kita terkenal karena kebudayaannya yang unik untuk itu kita sebagai
generasi penerus haruslah melestarikan kebudayaan yang kita miliki. Karena
kebudayaan yang kita milikilah yang mencerminkan keaneka ragaman budaya yang
ada di Indonesia dan bisa menjadi aset yang sangat berharga bagi Negara dan
bangsa kita karena mamiliki budaya yang beragam.
Menurut
pendapat saya budaya adat yang ada di Indonesia ini cukup menarik dan
membanggakan kita sebagai warga Negara Indonesia meskipun secara langsung saya
belum menyaksikan atau melihat sendiri keberagaman adat pernikahan yang ada di
Indonesia, akan tetapi menurut perbandingan antara pernikahan adat Banjar dan
Jawa yang pernah saya lihat dan saya hadiri. Pernikahan adat Jawa lebih ribet
daripada pernikahan adat banjar apalagi pernikahan jawa keraton biasanya
memakan waktu hingga tujuh hari tujuh malam dan paling sebentar untuk
masyarakat yang biasa satu hari satu malam dengan iring-iringan musik gamelan
yang menjadi cirri khas pernikahan Jawa.
Sedangkan
Pernikahan Banjar yang pernah saya hadiri dan saya dengar dari teman-teman saya
yang asli orang banjar pernikahan adat Banjar tidak terlalu lama memakan waktu,
biasanya resepsi pernikahannya mulai pagi sampai siang dan ada juga yang dua
hari dua malam tergantung masyarakat sekitar. Intinya semua acara adat
pernikahan yang beragam itu mamiliki satu tujuan yaitu untuk melestarikan
budaya yang mereka miliki karena Negara Indonesia kaya akan budaya yang
beragam.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Provinsi Kalimantan Selatan terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan. Secara
geografis keadaan alamnya terdiri dari dataran rendah, rawa-rawa, sungai-sungai
baik besar maupun kecil serta dataran tinggi dan pegunungan dengan lembah dan
ngarainya. Di bagian selatan dan timur dilingkungi oleh pantai dan laut.
Masyarakat banjar zaman dahulu tidak mengenal istilah
pacaran tetapi mereka langsung dijodohkan yaiti orang tua mereka yang
menjodohkan dan mencari calon mempelai untuk anaknya dan upacar adat yang
dipakai masih sangat tradisional dan melalui proses yang sangat panjang.
Namun pada
era globalsasi saat ini tata cara perkawinan tersebut sudah banyak ditinggalkan
oleh masyarakat khususnya masyarakat Banjar. Hal ini disebabkan oleh
perkembangan zaman, yang otomatis dianggap tidak sesuai lagi dengan
budaya-budaya leluhur seperti contohnya upacara perkawinan tersebut. Dan juga
dianggap terlalu bertele-tele.
B. PESAN
Agar budaya adat pernikahan banjar tidak punah dan
menghilang kita sebagai generasi penerus kebudayaan tersebut hendaknya lebih
memperhatikan dan melestarikan budaya banjar yang kita miliki untuk
membanggakan generasi sebelum kita.
DAFTAR PUSTAKA
·
Majalah
Mahligai
Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
·
Dinas
Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Selatan
·
www.disporbudpar.kalselprov.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar